Sabtu, 14 Agustus 2010

Kompleksitas Pembelajaran Seni Teater Menjawab Problematika Pembelajaran Seni Budaya


A. Hakikat Pembelajaran Seni Budaya

Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.

Mata pelajaran Seni Budaya diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Mata pelajran Seni Budaya memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.

Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.

B. Problematika Pembelajaran Seni Budaya

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang kini tengah diterapkan di sekolah sebagai satuan pendidikan telah menyita banyak waktu para guru untuk menyusun program pembelajaran. Setiap awal tahun pelajaran, para guru merencanakan program pembelajaran untuk satu tahun ke depan dengan memperhatikan masalah-masalah yang muncul pada proses pembelajaran tahun sebelumnya. Proses inilah yang kadang memancing guru melakukan penelitian tindakan kelas dengan harapan dapat memperbaiki kualitas pembelajaran yang diterapkannya. Namun, tidak sedikit juga guru yang kurang memperhatikan fenomena tersebut.

Khusus mata pelajaran Seni Budaya, salah satu problematika yang dihadapi guru mata pelajaran adalah kompleksitas materi yang diamanatkan dalam Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Permen ini memuat materi berupa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus diurai oleh guru mata pelajaran menjadi indikator-indikator pencapaian didasarkan pada potensi sekolah sebagai satuan pendidikan. Pada indikator itulah guru dan siswa bergelut untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai standar isi yang ditetapkan pemerintah.

Kompleksitas mata pelajaran Seni Budaya meliputi seni teater, seni musik, seni tari, dan seni teater. Keempat bidang seni inilah yang akan diajarkan kepada siswa dengan alokasi waktu yang sangat singkat untuk dapat mencapai ketuntasan minimal hasil belajar. Dalam alokasi waktu per semester, guru hanya mampu menuntaskan satu substansi masalah. Itu pun hanya satu bidang seni yang dapat diajarkan jika mengacu pada kurikulum sesuai dengan standar isi yang ditetapkan pemerintah.
Sebenarnya guru tidak perlu merasa repot dan merepotkan diri dengan persoalan tersebut karena guru tidak dituntut untuk mengajarkan semua bidang seni dalam waktu yang bersamaan (semester yang sama). Pun guru hanya memilih salah satu bidang seni sesuai dengan latar belakang pendidikannya untuk diajarkan kepada siswa. Namun, kondisi siswa yang heterogen dengan potensi bawaan lahir yang berbeda-beda tidaklah sesuai dengan harapan guru, sehingga harus berupaya memenuhi keinginan siswa.

Problematika inilah yang kerap membayang-bayangi para guru mata pelajaran Seni Budaya. Bahkan tidak jarang orang tua siswa melancarkan protes jika anaknya dinyatakan tidak melulusi mata pelajaran Seni Budaya, karena anaknya pernah menjuarai lomba lukis atau lomba lagu solo. Betapa tidak, gurunya mengajarkan Seni Tari, padahal siswa yang bersangkutan tidak mampu menari seperti yang diinginkan gurunya. Ada pula siswa yang pernah menjuarai lomba tari atau menjadi sutradara terbaik dalam sebuah festival teater, tapi dinyatakan tidak lulus pada mata pelajaran Seni Budaya karena gurunya mengajarkan Seni Rupa. Tentu saja siswa tersebut tidak mampu memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan.

C. Kompeksitas Unsur Pertunjukan Teater

Teater merupakan suatu bentuk seni pertunjukan. Sebagai seni pertunjukan, teater termasuk bidang seni yang sangat kompleks karena memadu bidang seni yang lain maupun keterampilan hidup (life skill) untuk menunjang keberhasilan dalam pertunjukan. Hal itulah yang menjadi unsur-unsur dalam membangun sebuah pertunjukan teater.
Pertunjukan teater akan terasa hambar jika tidak didukung dengan unsur-unsur pertunjukan, seperti seni musik sebagai ilustrasi, seni rupa sebagai penataan panggung/properti, seni tari untuk koreografi pada adegan-adegan tertentu, tata rias, busana, maupun cahaya. Semua unsur-unsur tersebut sangat membantu dalam membangun karakter pelaku dan suasana cerita dalam pertunjukan. Kehadiran unsur-unsur itu pun akan menambah nilai estetis sebuah karya seni teater. Berikut akan diuraikan beberapa unsur dalam pertunjukan teater.

1. Ide Cerita/Skenario

Untuk dapat mementaskan teater, diperlukan skenario atau ide cerita yang menjadi materi pertunjukan. Dalam alur cerita tersebut, disuguhkan konflik, baik konflik fisik maupun konflik batin yang dialami oleh pelaku dalam cerita. Seorang penulis skenario atau orang yang melahirkan ide cerita haruslah peka terhadap fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat beragama, berbangsa, dan bernegara.
Dalam membuat skenario, dibutuhkan keterampilan dalam bidang seni sastra. Seperti kita ketahui bahwa bahan baku sebuah pertunjukan teater adalah naskah drama yang merupakan bagian dari seni sastra. Inilah raga atau fisik teater yang harus mendapat roh agar dapat kelihatan hidup di atas panggung.

2. Sutradara

Sutradara merupakan pemimpin dalam sebuah pertunjukan teater. Sutradara akan menjadi top leader pada semua stage management. Untuk itu, seorang sutradara harus memiliki jiwa kepemimpinan agar semua stage management dapat menerima ide dan keinginan sutradara.

Baik atau buruknya suatu pertunjukan teater sangat bergantung pada kompetensi sutradara. Sutradaralah yang akan meniupkan roh pada naskah yang berbentuk seni sastra menjadi sebuah pertunjukan teater yang menarik. Ide cerita atau skenario terlebih dahulu harus dapat dipahami oleh sutradara, kemudian ide cerita/skenario tersebut diramu sesuai dengan keinginannya.

Dalam menjalankan tugasnya, sutradara bisa dibantu oleh seorang asisten dan pencatat adegan. Sutradara dapat pula didampingi oleh seorang koreografer jika dibutuhkan. Tugas seorang koreografer adalah menyajikan koreo pada adegan-adegan tertentu yang sulit digambarkan dengan adu aksi para pemain di panggung, seperti perkelahian, pembunuhan, atau pemerkosaan. Koreografi yang disajikan harus menarik dan dapat diterima atau dipahami oleh penonton. Di sinilah dibutuhkan kemampuan dalam bidang seni tari.

3.Pemain

Dalam pertunjukan teater, pemain memerankan lakon berdasarkan tokoh cerita dengan karakter tertentu. Setiap tokoh cerita mempunyai peranan dan watak yang berbeda. Seorang pemain dituntut untuk mampu memerankan tokoh cerita. Keahlian pemain dapat menghadirkan sosok tokoh yang diperankan seperti nyata, baik tingkah laku, dialog, maupun jiwanya. Selain bermain secara individu, pemain juga diharuskan dapat bermain secara kelompok. Artinya, di atas panggung seorang pemain tidak bermain sendiri, ada tokoh cerita lain yang harus bekerja sama dalam menghadirkan permainan yang baik. Kekompakan antarpemain sangat menentukan keberhasilan sebuah pertunjukan.

4. Tata Panggung/Properti

Dalam pertunjukan teater, penggambaran latar tempat harus jelas. Misalnya, adegan menggambarkan suasana di terminal, maka tidak hanya pemain yang mengantar penonton mengetahui atau menafsirkan latar tempat dalam cerita, tetapi yang sangat mendukung adalah properti atau penataan panggung. Tanpa dimunculkan dalam dialog pemain, penonton pun dapat mengetahui latarnya. Di sinilah kemampuan stage management dalam bidang seni rupa sangat dibutuhkan

5. Tata Musik

Musik berfungsi untuk membangun suasana tertentu, seperti tuntutan peristiwa dalam pertunjukan teater. Musik yang kurang baik dan kurang tepat dapat merusak suasana pertunjukan. Musik dalam pertunjukan teater bukan hanya bunyi yang dihasilkan oleh alat musik, tetapi dapat juga berupa bunyi-bunyian yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia atau rekaman bunyi yang dapat menggambarkan suatu peristiwa.
Untuk menggambarkan suasana pagi, penata musik dapat menggunakan rekaman suara kicau burung. Untuk menggambarkan suasana pantai, penata musik dapat menggunakan rekaman suara ombak dan burung camar. Dalam pada itu, musik berfungsi menggambarkan latar waktu dan tempat dalam cerita.

6. Tata Rias/Busana

Tata rias adalah riasan wajah pemain maupun anggota badan yang lain dengan tujuan untuk membantu pemain menghadirkan karakter tokoh cerita. Seorang pemain yang masih relatif muda, dapat tampil layaknya orang tua karena dukungan tata rias. Tentu saja tata rias ini erat kaitannya dengan tata busana. Busana pentas merupakan pakaian penunjang karakter pemain dalam menghadirkan sosok tokoh cerita. Selain itu, sinergi antara tata rias dan tata busana juga dapat menggambarkan sebuah kurun waktu peristiwa dan artistik pertunjukan. Di sinilah dibutuhkan keterampilan stage management dalam bidang fashion (make up dan costume design) yang sesuai dengan latar cerita.

7. Tata Cahaya

Selain tata musik dan tata rias/busana, dibutuhkan juga tata cahaya untuk menggambarkan latar waktu dan suasana. Penata cahaya dapat menggambarkan waktu senja dengan menggunakan perpaduan cahaya berwarna merah dan kuning. Penata cahaya pun dapat menggambarkan suasana mencekam dengan memainkan beberapa warna cahaya secara bergantian. Untuk menghadirkan penggambaran latar waktu dan suasana yang diinginkan sesuai dengan tuntutan cerita, sebaiknya tidak ada cahaya yang terlihat dalam ruang
pertunjukan selain cahaya lampu yang mengarah ke arena pertunjukan (panggung).
Penataan cahaya tidak lepas dari kemampuan seni rupa dan keterampilan dalam bidang elektro yang harus dimiliki stage management. Penata cahaya harus mengetahui konsep penggabungan warna untuk menciptakan warna-warna tertentu. Hal ini akan sangat membatu dalam mewujudkan nuansa dan membangun suasana berdasarkan alur cerita.

D. Teater Mensinergikan Berbagai Bidang Seni

Dari pemaparan tentang kompleksitas unsur pertunjukan teater, dapat disimpulkan bahwa seni teater merupakan induk dari semua bidang seni. Sebagai induk, teater dapat mensinergikan semua bidang seni, seperti seni musik, seni tari, dan seni rupa. Selain itu, unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah seni sastra, kepemimpinan, bahkan kemampuan dalam bidang elektro. Kompleksitas seni teater inilah yang diharapkan dapat mensinergikan berbagai bidang keilmuan untuk mengasah dan mengembangkan kreativitas siswa, baik dalam bidang seni maupun dalam bidang yang lain, seperti kesusastraan dan kepemimpinan, dan elektro.

Khusus dalam pembelajaran Seni Budaya, guru dapat memilih seni teater sebagai jawaban atas problematika pembelajaran Seni Budaya yang dialami selama ini. Guru tidak perlu lagi menekankan pada siswa untuk dapat menguasai bidang keilmuan yang diinginkan guru, melainkan memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih peranan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

Setiap manusia lahir dengan potensi bawaan yang dimiliki. Inilah yang harus dijajaki dalam diri siswa. Guru hanya tampil sebagai fasilitator untuk menemukan potensi tersebut. Siswa yang memiliki keterampilan menulis diberi kesempatan menulis skenario. Siswa yang memiliki kemampuan memimpin dan mengarahkan diberi kesempatan menjadi sutradara. Siswa yang memiliki kemampuan berakting diberi kesempatan menjadi pemain. Siswa yang memiliki kemampuan menari diberi peran dalam suatu adegan tertentu yang memerlukan koreo. Siswa yang memiliki kemampuan seni rupa diberi tugas sebagai penata panggung/properti. Siswa yang memiliki kemampuan seni musik diberi tugas sebagai penata musik. Siswa yang memiliki keterampilan dalam bidang fashion diberi tugas sebagai penata rias/busana. Siswa yang memiliki kemampuan dalam bidang seni rupa dan elektro diberi tugas sebagai penata cahaya. Dengan demikian, seluruh kepentingan, baik dari guru maupun siswa, dapat terakomodasi dengan baik.