Dipublikasikan di Harian FAJAR Makassar,edisi Minggu 2 Maret 2014 |
Sebuah karya yang berkualitas tidak hanya
mengedepankan unsur hiburan. Karya merupakan media untuk menyampaikan amanat. Setidaknya,
dalam sebuah karya yang berkualitas, terdapat dua dimensi amanat, yakni
menggugat dan menggugah. Hal inilah yang dilakukan oleh siswa SMA Athirah
Makassar yang tergabung dalam Teater Baruga. Melalui teater sebagai
sebuah karya seni, siswa SMA Athirah Makassar menggugat KPK yang dikenal
sebagai lembaga anti rasuah. Sepeti apa
gugatan yang disampaikan?
Pada tanggal 13 Februari 2014, SMA Athirah Makassar
mengikuti Festival Teater Pelajar ke-12 di Jakarta. Dalam ajang tersebut, SMA
Athirah Makassar menampilkan teater dengan judul “Bawang Putih dan
Bawang-bawang Lainnya”. Kisah ini diangkat dari sastra drama karya
Prusdianto Jalil dan disutradarai oleh Ahmad Zulfikri. Judul ini mirip dengan
judul legenda “Bawang Merah Bawang Putih”. Tidak menutup kemungkinan,
judul drama yang ditampilkan terinspirasi dari legenda tersebut.
Legenda “Bawang Merah Bawang Putih” sudah
tidak asing bagi penikmat seni. Kisah ini sudah digubah ke dalam berbagai
bahasa dan jenis seni pertunjukan. Bahkan legenda tersebut telah merambah layar
kaca lewat sinema elektronik (sinetron). Publik pun sudah tidak asing dengan
karakter bawaan kedua tokoh utama dalam legenda tersebut.
Dari judul “Bawang Putih dan Bawang-bawang
Lainnya”, publik akan bertanya-tanya, seberapa banyak tokoh utama dalam
pertunjukan tersebut. Judul ini terkesan tidak efektif. Tentu berbeda dengan
legenda “Bawang Merah Bawang Putih” yang tokoh utamanya hanya Bawang
Merah dan Bawang Putih. Alangkah panjangnya jika penulis
mencantumkan semua tokoh “bawang” dalam judul, sehingga disimpulkan dengan
“bawang-bawang lainnya”. Meski demikian, “bawang-bawang lannya” pun terkesan
masih panjang. Jika memang dalam pertunjukan tersebut terdiri dari beberapa
tokoh utama yang disimbolkan dengan “bawang”, cukup diberi judul “Bawang” saja.
Judul sebagai bagian dari karya adalah hak Prusdianto
Jalil sebagai penulis naskah. Tentu di balik keinginan tersebut, terdapat pesan
yang ingin diungkapkan, maka diberikanlah “penekanan” pada judul. Sekilas terlihat penekanan dalam judul
terdapat pada “bawang putih”. Namun jika dikaji lebih dalam, penekanan tersebut
terdapat pada “bawang-bawang lainnya”. Ada apa dengan “bawang-bawang
lainnya”?
Di akhir tahun 2013, masyarakat Indonesia mendapat
hadiah tahun baru dari KPK. Hadiah tahun baru yang dimaksud adalah penahanan
mantan ketua umum partai berkuasa yang disangkakan kasus korupsi. Publik pun
berterima kasih kepada KPK. Namun di balik penahanan tersebut, ada yang
mengganjal hingga KPK mendapat kritikan dari berbagai pihak.
Dalam surat pemanggilan tersangka, KPK mencantumkan
kalimat “kasus-kasus lainnya”. Kata “kasus-kasus lainnya” itulah yang mendapat
sorotan, bukan hanya dari kubu tersangka, bahkan dari pengamat dan praktisi
hukum. Tidak sedikit pengamat yang meminta KPK untuk mengganti surat tersebut
dengan merinci kasus-kasus yang dimaksud. Dalam surat resmi, apalagi yang
menyangkut kasus hukum, kata “kasus-kasus lainnya” dinilai tidak tepat. KPK
tidak boleh beralasan mungkin karena terlalu banyaknya kasus yang melibatkan
tersangka, sehingga cukup ditulis “kasus-kasus lainnya”.
Menulis dokumen resmi tentu berbeda dengan menulis
karya fiksi. Dalam karya fiksi, seorang pengarang memiliki hak penuh atas
karyanya. begitu juga dengan Prusdianto Jalil dalam karyanya “Bawang Putih
dan Bawang-bawang Lainnya”. Meski demikian, sebuah karya yang telah menjadi
konsumsi publik, secara otomatis juga menjadi milik publik. Memiliki karya sebagai
konsumen diartikan berhak memberikan penilaian atas karya tersebut.
Dari judul tersebut tersirat kritik yang ingin
disampaikan oleh pengarang kepada KPK. Melalui judul karyanya, pengarang
menggugat KPK yang menunjukkan arogansi dalam menuliskan redaksi. Pengarang
tentu menyadari bahwa judul yang digunakan terlalu panjang atau tidak efektif. Namun
itulah pilihannya. Pengarang membiarkan publik sebagai apresiator memberikan
penilaian tersendiri berdasarkan sudut pandang masing-masing.