Kamis, 05 Mei 2011

Nilai Sosial dalam Novel "Azab dan Sengsara" karya Merari Siregar


Kehidupan yang dijalani oleh manusia di dunia ini adalah kehidupan bermasyarakat karena manusia merupakan makhluk sosial. Seseorang tidak akan dapat hidup tanpa orang lain.

Hubungan manusia dengan masyarakat harus dilihat sebagai hubungan seseorang dengan masyarakat secara terpadu bukan dengan manusia secara perseorangan. Hubungan itu merupakan realisasi dari dorongan naluri “bergaul” bagi manusia yang keberadaannya di dalam diri manusia sejak lahir manusia, tanpa dipelajari. Dalam hubungan itu, manusia akan melibatkan dirinya dalam masyarakat secara penuh tanpa mempersoalkan keuntungan dan kerugian yang diperolehnya dalam masyarakat itu.
Akibat yang diperoleh dari hubungan ini, tentu saja ada. Karena manusia berhubungan dengan masyarakat, manusia itu akan menderita putus asa, terobsesi, merasa tidak pernah menerima keadilan, dan sebagainya. Manusia tidak bebas, selalu diteror atau meneror waktu, adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hubungan manusia dengan masyarakat itu.

Dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya.
Sikap tolong-menolong ditampakkan oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Sikap suka menolong juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama.

Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa.

Nilai-nilai sosial juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan (marga). Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain.

Secara kuantitas, peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya.
Selain sikap tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang tamu.

Masyarakat Batak akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas (ayah Aminuddin) dengan ramah-tamah. Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga Mariamin karena tergolong keluarga miskin.
Hubungan silaturahmi ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung.