Senin, 07 November 2011

Mari Berhitung

Sejak dari bangku Sekolah Dasar kita telah belajar ilmu hitung atau sebutlah matematika. Ilmu hitung masuk dalam kategori ilmu pasti. Dalam ilmu pasti, tak pernah ada jawaban yang rancu. Kita selalu mendapatkan jawaban yang sama jika jawaban kita memang benar. Soal-soal ilmu hitung yang paling menarik dipelajari kala itu adalah menghitung biaya pembelian atau penjualan dan menghitung jarak tempuh atau kecepatan tempuh kendaraan. Kedua materi tersebut tergolong sangat menarik karena dapat langsung diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat.

Menariknya kedua materi ilmu hitung tersebut tentunya tidak hanya di bangku sekolah, tapi lebih lagi dalam kehidupan kita. Untuk itu, tak ada salahnya jika kita mencoba menggunakan ilmu yang telah didapatkan di bangku sekolah untuk menghitung suatu fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dewasa ini. Fenomena tersebut sudah sering terjadi namun tidak banyak yang peduli dan mau mencari kebenaran yang hakiki.

Salah satu ilmu hitung yang sudah sepatutnya kita gunakan untuk menghitung fenomena tersebut adalah menghitung kecepatan, jarak, dan waktu tempuh. Walaupun ini hanyalah sebuah analogi, namun sekali lagi tak ada salahnya jika kita menggunakan ilmu tersebut untuk mencari kebenaran. Fenomena yang dimaksud adalah perbedaan perhitungan yang terjadi antara Pemerintah RI dan Ormas Muhammadiyah.

Seperti kita ketahui bahwa Muhammadiyah telah melaksanakan Hari Raya Idul Fitri pada tanggal 30 Agustus 2011, sedangkan Pemerintah RI menetapkan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011. Namun ironisnya, perayaan Hari Raya Idul Adha dilaksanakan bersamaan yakni tanggal 6 November 2011. Kedua kendaraan tersebut berangkat di hari yang berbeda yakni beda 1 hari, tapi ternyata bisa tiba di tempat yang sama pada hari yang sama.

Muhammadiyah berangkat tanggal 30 Agustus 2011 dari Kota Idul Fitri menuju Kota Idul Adha, sedangkan Pemerintah RI berangkat tanggal 31 Agustus 2011 dengan tujuan yang sama. Kecepatan kedua kendaraan pun sama, yakni 24 jam/hari dan menempuh jalur yang sama yakni Ahad s.d. Sabtu, serta tidak pernah berhenti sama sekali. Namun kenyataannya kedua kendaraan tersebut tiba di Kota Idul Adha pada hari yang sama, yakni 6 November 2011. Jika kita cermati, semestinya waktu tiba kedua kendaraan tersebut beda 1 hari karena waktu berangkatnya juga beda 1 hari.

Lantas, siapa yang salah hitung?

Senin, 26 September 2011

Gelapnya Purnama di Indonesia

“Gelap”, inilah kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana purnama di Indonesia. Bulan purnama yang sering muncul pada malam ke-15, justru menghilang saat 15 Syawal 1432 H. Berdasarkan ketetapan pemerintah melalui Menteri Agama RI, 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011. Ini berarti masyarakat Indonesia akan menyaksikan cerhnya purnama pada tanggal 13 September 2011. Namun tak ada hujan dan mendung pada malam harinya, langit di atas bumi pertiwi justru tampak gelap. Tak ada tanda-tanda munculnya bulan purnama. Padahal malam sebelumnya, yakni pada tanggal 12 September 2011, langit tampak cerah dengan cahaya rembulan yang begitu sempurna.

Pemerintah Republik Indonesia tampaknya sedang senang-senangnya bermain dalam gelap-gelapan. Purnama yang sering dinanti oleh masyarakat untuk sekadar bermain-main di bawah terangnya sinar rembulan, ternyata gelap tanpa gangguan cuaca yang berarti. Entah permainan apa yang tengah direncanakan pemerintah dan jajarannya? Paling tidak, ini merupakan gambaran kondisi negara saat ini. Semua serba gelap karena tak ada yang terbuka dan tak mau menerima kebenaran hingga menenggelamkan rakyat dalam kebodohan.

Kasus demi kasus terungkap namun semuanya seakan tak ada artinya karena ada pihak yang lebih sigap menutup lubang sumber informasi sehingga semuanya terasa gelap. Rakyat menjadi penonton setia melihat aksi-aksi para birokrat yang dipertontonkan di layar TV. Ada pihak yang berusaha mengungkap penyelewengan, namun sepertinya lebih banyak pihak yang menginginkannya ditutup saja. Ibarat punama yang mestinya dinikmati indahnya oleh masyarakat, namun justru dipelintir agar masyarakat terlena dan waktu purnama pun terlewatkan hingga masyarakat hanya menemukan kegelapan pada malam yang mereka yakini sebagai malam bulan purnama. Masyarakat tak boleh tahu apa dan mengapa negara saat ini.

Sabtu, 27 Agustus 2011

Birokrasi Gila Foto

Dewasa ini industri percetakan berkembang pesat. Desainer-desainer pun bermunculan bak jamur di musim hujan. Tempat-tempat umum ramai dengan aksesoris berupa spanduk dan baliho besar yang memuat foto para birokrat dan politisi. Eksistensi artis sebagai bintang reklame mulai tergusur oleh wajah-wajah yang ingin numpang terkenal. Tak mengherankan jika akhirnya banyak artis yang ingin beralih profesi menjadi birokrat dan politisi karena merasa lahan pencarian mereka sudah mulai direnggut kalangan tertentu.

Ketika banyak orang yang mau mejadi artis, beberapa artis justru memilih beralih profesi menjadi birokrat dan politisi. Sebut saja Dede Yusuf, Rano Karno, Tantowi Yahya, Rike Dyah Pitaloka, Alm. Adjie Massaid, Angelina Sondakh, Primus Yustisio, dan sebagainya. Kesuksesan mereka tentu tidak lepas dari popularitas yang disandang karena sering muncul di media informasi. Hal inilah yang ingin diikuti oleh para birokrat dan politisi yang lain. Kondisi seperti ini telah mengantar kita memasuki suatu revolusi di bidang birokrasi.

Dalam setiap kegiatan, baliho dan spanduk kegiatan tak luput dari sasaran pemajang foto. Ucapan selamat dan dukungan mengalir memenuhi ajang perhelatan bagai mata air yang bermuara di suatu tujuan. Tentunya hal itu dilakukan bukan tanpa sebab. Para pemajang spanduk dan baliho tidak sekedar mengucapkan selamat atau menyatakan dukungan terhadap suksesnya kegiatan, tetapi mereka juga ingin memperkenalkan wajah mereka melalui foto-foto yang dijadikan layout spanduk dan baliho.

Tidak hanya dalam perhelatan suatu kegiatan tertentu, aksi memajang foto sering kita dapati di tempat umum. Bahkan tidak sedikit yang menjadi penghuni pohon-pohon sepanjang jalan. Kalender dan jadwal imsakiyah ramadhan pun menjadi sasaran empuk tiap tahun untuk memajang foto. Ironisnya, seorang bupati yang memiliki belasan anak menjadi ikon sebuah reklame yang bertajuk “Dua Anak Lebih Baik” demi memajang foto di papan reklame. Eksistensi duta pun tergusur oleh keserakahan birokrat demi sebuah popularitas karena ingin dikenal oleh rakyat. Mengapa tak memilih saja warga yang memiliki dua orang anak yang berhasil untuk dijadikan sebagai Duta KB?

Sabtu, 06 Agustus 2011

Kata-Kata Hikmah

(Disadur dari Dialog dalam Film Para Pencari Tuhan Jilid 5)


Sesekali kita harus mengajari seseorang tentang cara menghargai orang lain (Aya)

Saya malu harus tetap tinggal dengan prestasi yang buruk. (Bang Jack)

Tidak ada kata cerai dalam Pramuka dan Hansip. (Udin)

Dalam setiap hal yang kita miliki, ada hak orang lain. (Asrul)

Seorang pengabdi agama tidak akan pernah pensiun. Dia akan terus berarti sebelum akhirnya mati. (Asrul)

Apalah arti ikhtiar seorang istri jika suami tidak ridha? (Bu Jalal)

Merasa beruntung dibanding orang lain hanya akan membuat kita bersikap sombong. Biarlah Allah yang menjuluki hamba-Nya sebagai hamba yang beruntung. (Mira)

Kasih sayang kadang membuat seseorang tidak bisa melihat kebenaran. (Azzam)

Kita akan selalu menemukan kekurangan pada pasangan kita dan menemukan kelebihan pada orang ketiga. Kalau kita lari pada orang lain, dia juga punya kekurangan dan kita lari pada orang selanjutnya. Sampai kapan kita akan terus mencari? Manusia itu tidak ada yang cocok. Yang ada hanya mencocokkan diri. (Bu Uztas)

Perceraian itu sesuatu yang dihalalkan tetapi dibenci oleh Allah. (Bu Uztas)

Kalau Allah berkehendak menurunkan keburukan pada seseorang, pasti orang itu akan meminta ditunda. (Bu Uztas)

Salah satu tanda-tanda akhir zaman adalah orang-orang berlomba membangun masjid megah tapi kosong dari umat. (Aya)

Untuk menjawab urusan perceraian, tidak bisa dengan akal, tapi harus dengan agama (Mira)

Kebaikan akan terlihat banyak ketika bercampur dengan keburukan. (Bu Jalal)

Simbol kekayaan harus dilepas daripada Allah menganggap kita tidak bisa mengurus rumah tangga. (Pak Jalal)

Tidak ada yang tahu kehendak Allah, kecuali Dia yang memberi tahu melalui hikmah dari setiap peristiwa yang kita alami. (Mira)

Dunia tidak bisa melihat keberadaan kita. Dunia hanya bisa melihat kita dari keringat yang jatuh karena kerja keras. (Bu Jalal)

Kalau kita berkaca, yang kita lihat adalah kebalikan. (Juki)

Selasa, 05 Juli 2011

Tragedi Ruyati Dua Ribu Sebelas

Afrat Lagosi

Sabtu, Delapan Belas Juni Dua Ribu Sebelas
Awan gelap seakan menutup langit tanah air
Duka menyelimuti bangsa
Mungkin tak seheboh tsunami Aceh
Atau lahar panas Merapi
Atau banjir bandang Gorontalo
Atau bencana apa saja di atas air mata tanah air

Ini bukan apa-apa
Ini pun bukan siapa-siapa
Ini hanya sekelumit kisah seorang ibu rumah tangga
Yang demi sesuap nasi
Rela meninggalkan keluarga
Mengadukan nasib di bumi suci
Sementara dengan bangga
Para penguasa negeri ini menyebutnya pahlawan devisa

Mungkin memang tak pantas disebut pahlawan
Seperti pahlawan kemerdekaan
Seperti pahlawan revolusi
Seperti pahlawan apa saja
Jika tak mengorbankan nyawa
Hingga harus menutup usia
Di tiang pancung
Demi kadilan
O...

Ironi memang
Kematian yang tak wajar
Setelah empat hari sebelumnya
Presiden berpidato dengan lantang di Jenewa
Tentang perlindungan pekerja rumah tangga
Sementara ia tak mampu menyelamatkan warganya
Dari tiang pancung

Perlindungan hanya sebatas retorika
Di atas mimbar kekuasaan

(Puisi ini berhasil menjuarai Lomba Puisi Kemanusiaan dalam rangka Kemah Bakti dan Lomba VII PMR Wira se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat di PKP KNPI Sudiang Makassar dan dibacakan oleh Nurfadilah, kontingen PMR SMAN 1 Sengkang)

Sabtu, 02 Juli 2011

PMR SMAN 1 Sengkang Memboyong Tropy Terbanyak


PMR SMA Negeri 1 Sengkang kembali mempersembahkan kebanggaan untuk sekolah dan PMI Kabupaten Wajo. PMR SMA Negeri 1 Sengkang sebagai salah satu sekolah utusan PMI Kabupaten Wajo berhasil memboyong tropy terbanyak pada kegiatan Kemah Bakti dan Lomba (KBL) VII PMR Wira se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang dilaksanakan oleh UKM KSR PMI Unit Universitas Negeri Makassar. Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 20 s.d. 25 Juni 2011 bertempat di PKP KNPI Sudiang Makassar.

Organisasi yang dibina oleh Abdullah, S.Pd. selaku pembina teknis berhasil menunjukkan bahwa organisasi PMR bukan hanya merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang mementingkan perkumpulan semata, melainkan telah mengantar anggotanya mendapatkan pengetahuan tambahan berupa keterampilan dan wawasan yang luas sesuai dengan tema KBL, yakni “Cerdas, Ceria, dan Kreatif”.

Dalam kegiatan KBL ini, PMR SMA Negeri 1 Sengkang membawa 1 (satu) kontingen yang terdiri dari 1 (satu) tim putra dan 1 (satu) tim putri. PMR SMA Negeri 1 Sengkang bersaing dengan 32 sekolah lain yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Walaupun tidak berhasil membawa pulang piala bergilir seperti pada pelaksanaan KBL VI tahun 2009 lalu, namun prestasi kontingen PMR SMA Negeri 1 Sengkang cukup meningkat. Pada pelaksanaan KBL VI 2009, kontingen PMR SMA Negeri 1 Sengkang hanya berhasil memeroleh 6 (enam) tropy. Sedangkan pada pelaksanaan KBL VII 2011 ini, kontingen PMR SMA Negeri 1 Sengkang berhasil memboyong 12 (dua belas) tropy dari 2 (dua) tim yang diutus.

Tim putra berhasil memeroleh (1) Juara I Presentasi Kepalangmerahan, (2) Juara II Traveling Kepalangmerahan (Pos Gerakan), (3) Juara II Traveling Kepalangmerahan (Pos Kesiapsiagaan Bencana), (4) Juara III Traveling Kepalangmerahan (Pos Kesehatan Remaja), (5) Juara III Traveling Kepalangmerahan (Pos Kesehatan dan Sanitasi), (6) Juara III Cerdas Cermat Kepalangmerahan, dan (7) Juara III Remaja Kreatif. Sedangkan Tim Putri berhasil memeroleh (1) Juara I Traveling Kepalangmerahan (Pos Kesehatan Remaja), (2) Juara I Drama Kemanusiaan, (3) Juara I Puisi Kemanusiaan, (4) Juara II Presentasi Kepalangmerahan, dan (5) Juara III Cerdas Cermat Kepalangmerahan.

Kamis, 05 Mei 2011

Nilai Sosial dalam Novel "Azab dan Sengsara" karya Merari Siregar


Kehidupan yang dijalani oleh manusia di dunia ini adalah kehidupan bermasyarakat karena manusia merupakan makhluk sosial. Seseorang tidak akan dapat hidup tanpa orang lain.

Hubungan manusia dengan masyarakat harus dilihat sebagai hubungan seseorang dengan masyarakat secara terpadu bukan dengan manusia secara perseorangan. Hubungan itu merupakan realisasi dari dorongan naluri “bergaul” bagi manusia yang keberadaannya di dalam diri manusia sejak lahir manusia, tanpa dipelajari. Dalam hubungan itu, manusia akan melibatkan dirinya dalam masyarakat secara penuh tanpa mempersoalkan keuntungan dan kerugian yang diperolehnya dalam masyarakat itu.
Akibat yang diperoleh dari hubungan ini, tentu saja ada. Karena manusia berhubungan dengan masyarakat, manusia itu akan menderita putus asa, terobsesi, merasa tidak pernah menerima keadilan, dan sebagainya. Manusia tidak bebas, selalu diteror atau meneror waktu, adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hubungan manusia dengan masyarakat itu.

Dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya.
Sikap tolong-menolong ditampakkan oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Sikap suka menolong juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama.

Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa.

Nilai-nilai sosial juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan (marga). Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain.

Secara kuantitas, peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya.
Selain sikap tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang tamu.

Masyarakat Batak akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas (ayah Aminuddin) dengan ramah-tamah. Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga Mariamin karena tergolong keluarga miskin.
Hubungan silaturahmi ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung.

Selasa, 05 April 2011

Mengenal Orang Bugis dari Nama

Setiap suku pasti punya ciri khas yang unik dalam namanya tetapi kebanyakan nama tersebut berdasarkan nama gelar kebangsawanan, marga ataupun bahasa daerah masing-masing.

Baca selengkapnya ....